Teori Belajar Dienes
Zoltan P.
Dienes, yang dididik di Hungaria, Perancis dan Inggris adalah seorang
guru matematika yang telah menggunakan
minat dan pengalamannya dalam pendidikan matematika dan dalam belajar psikologi
untuk mengembangkan suatu sistem pembelajaran matematika. Sistem
tersebut, yang sebagian didasarkan pada psikologi belajar Piaget, dikembangkan
dalam usaha untuk membuat matematika lebih menarik dan lebih mudah untuk
dipelajari.
A. Teori
Perkembangan Intelektual Piaget
Teori
belajar Dienes sangat terkait dengan teori belajar yang dikemukakan oleh
Piaget, yaitu mengenai teori perkembangan intelektual. Jean Piaget berpendapat
bahwa proses berpikir manusia sebagai suatu perkembangan yang bertahap dari
berpikir intelektual konkret ke abstrak berurutan melalui empat periode. Piaget adalah orang pertama yang menggunakan
filsafat konstruktivis dalam proses belajar mengajar. Piaget (dalam Bell,
1981), berpendapat bahwa proses berpikir manusia merupakan suatu perkembangan
yang bertahap dari berpikir intelektual kongkret ke abstrak berurutan melalui
empat tahap perkembangan, sebagai berikut:
1. Periode
Sensori Motor (0 – 2) tahun. Karateristik periode ini
merupakan gerakan-gerakan sebagai akibat reaksi langsung dari rangsangan.
Rangsangan itu timbul karena anak melihat dan merab-raba objek. Anak itu belum
mempunyai kesadaran adanya konsep objek yang tetap. Bila objek itu disembunyikan,
anak itu tidak akan mencarinya lagi. Namun karena pengalamannya terhadap
lingkungannya, pada akhir periode ini, anak menyadari bahwa objek yang
disembunyikan tadi masih ada dan ia akan mencarinya.
2. Periode
Pra-operasional (2 – 7) tahun. Operasi yang
dimaksud di sini adalah suatu proses berpikir atau logik, dan merupakan
aktivitas mental, bukan aktivitas sensori motor. Pada periode ini anak di dalam
berpikirnya tidak didasarkan kepada
keputusan yang logis melainkan didasarkan kepada keputusan yang dapat dilihat
seketika. Periode ini sering disebut juga periode pemberian simbol, misalnya
suatu benda diberi nama (simbol).
3. Periode
operasi kongkret (7 – 12) tahun. Dalam
periode ini anak berpikirnya sudah dikatakan menjadi operasional. Periode ini
disebut operasi kongkret sebab berpikir logiknya didasarkan atas manipulasi
fisik dari objek-objek. Operasi kongkret hanyalah menunjukkan kenyataan adanya
hubungan dengan pengalaman empirik-kongkret yang lampau dan masih mendapat
kesulitan dalam mengambil kesimpulan yang logis dari pengalaman-pengamanan yang
khusus. Pengerjaan-pengerjaaan logic dapat dilakukan dengan berorientasike
objek-objek atau peristiwa-peristiwa yang langsung dialami anak. Anak itu belum
memperhitungkan semua kemungkinan dan kemudian mencoba menemukan kemungkinan
yang mana yangk akan terjadi. Anak masih terikat kepada pegalaman pribadi.
Pengalaman anak masih kongkret dan belum formal.
4. Periode
Operasi Formal (> 12) tahun. Periode ini
merupakan tahap terakhir dari keempat periode perkembangan intelektual. Periode
operasi formal ini disebut juga disebut periode operasi hipotetik-deduktif yang
merupakan tahap tertinggi dari perkmbangan intelektual. Anak-anak pada periode
ini sudah memberikan alasan dengan menggunakan lebih banyak simbul atau gagasan
dalam cara berpikir. Anak mampu menyelesaikan masalah dengan cara yang lebih
baik dan kompleks dari pada anak yang masih dalam tahap periode operasi
kongkret.
B. Konsep
Matematika Menurut Dienes
Dienes memandang matematika sebagai
penyelidikan tentang struktur, pengklasifikasian struktur, memilah-milah
hubungan di dalam struktur, dan membuat kategorisasi hubungan-hubungan di
antara struktur-struktur. Ia yakin bahwa setiap konsep (atau prinsip)
matematika dapat dipahami dengan tepat hanya jika mula-mula disajikan melalui
berbagai representasi konkret/fisik. Dienes menggunakan istilah konsep untuk
menunjuk suatu struktur matematika, suatu definisi tentang konsep yang jauh
lebih luas daripada definisi Gagne.
Menurut Dienes, ada tiga jenis konsep
matematika yaitu konsep murni matematika, konsep notasi, dan konsep terapan.
1. Konsep
matematis murni berhubungan dengan klasifikasi
bilangan-bilangan dan hubungan-hubungan antar bilangan, dan sepenuhnya bebas
dari cara bagaimana bilangan-bilangan itu disajikan. Sebagai contoh, enam, 8,
XII, dan Δ Δ Δ Δ, semuanya merupakan contoh konsep bilangan genap; walaupun
masing-masing menunjukkan cara yang berbeda dalam menyajikan suatu bilangan
genap.
2. Konsep
notasi adalah
sifat-sifat bilangan yang merupakan akibat langsung dari cara penyajian
bilangan. Contohnya, 275 berarti 2 ratusan ditambah 7 puluhan ditambah 5 satuan
merupakan akibat dari notasi nilai tempat dalam menyajikan bilangan-bilangan
yang didasarkan pada sistem pangkat dari sepuluh.
3. Konsep
terapan adalah
penerapan konsep murni dan konsep notasi
matematika untuk memecahakan masalah
matematika. Contohnya,panjang, luas dan volume adalah konsep matematika terapan
C. Tahap-tahap
dalam Belajar Konsep Matematika
Dienes mengemukakan bahwa konsep
matematika itu akan lebih berhasil jika
dipelajari melalui tahapan tertentu. Tahapan belajar menurut Dienes ada 6
tahapan sebagai berikut:
Tahap
1. Bermain Bebas (Free Play)
Tahap
bermain bebas dari belajar konsep terdiri dari kegiatan-kegiatan yang tidak
distrukturkan dan tidak diarahkan yang membolehkan para siswa untuk
bereksperimen dengan dan memanipulasi representasi fisik dan asbstrak beberapa
unsur dari konsep yang dipelajari. Tahap belajar konsep ini hendaknya dibuat
sebebas dan tak terstruktur mungkin; akan tetapi guru hendaknya menyediakan
bahan-bahan yang sangat bervariasi untuk dimanipulasi para siswa. Akan tetapi
periode bermain bebas yang tanpa aturan ini mungkin dinilai rendah nilainya
oleh guru yang terbiasa mengajar matematika menggunakan metode yang sangat
terstruktur, namun ini merupakan tahap penting dalam belajar konsep. Di sini
para siswa mengalami untuk pertama kalinya berhubungan dengan banyak komponen dari
konsep baru melalui interaksi dengan lingkungan belajar yang berisi banyak
representasi konkret dari konsep itu. Pada tahap ini para siswa membentuk
struktur mental dan sikap yang menyiapkan mereka untuk mengerti struktur
matematis suatu konsep. Dalam setiap tahap belajar, tahap
yan paling awal dari pengembangan konsep bermula dari permainan bebas.
Permainan bebas merupakan tahap belajar konsep yang aktifitasnya tidak
berstruktur dan tidak diarahkan. Anak didik diberi kebebasan untuk mengatur
benda. Selama permainan pengetahuan anak muncul. Dalam tahap ini anak mulai
membentuk struktur mental dan struktur sikap dalam mempersiapkan diri untuk
memahami konsep yang sedang dipelajari.
Tahap
2. Permainan (Games)
Setelah
periode bermain bebas dengan banyak representasi suatu konsep, para siswa akan
mulai mengamati pola-pola dan keteraturan yang melekat pada konsep itu. Mereka
memperhatikan bahwa aturan-aturan tertentu menentukan suatu kejadian, bahwa
beberapa hal adalah mungkin dan bahwa hal lainnya tidak mungkin. Sekali siswa
telah menemukan aturan-aturan dan sifat-sifat yang menentukan suatu kejadian,
mereka siap untuk memainkan games, bereksperimen dengan mengubah aturan
permainan yang dibuat oleh guru dan membuat permainan mereka sendiri.
Tahap
3. Mencari Sifat yang sama
Dalam
mencari kesamaan sifat siswa mulai diarahkan dalam kegiatan menemukan
sifat-sifat kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti. Untuk melatih dalam
mencari kesamaan sifat-sifat ini, guru perlu mengarahkan mereka dengan
menstranslasikan kesamaan struktur dari bentuk permainan lain. Translasi ini
tentu tidak boleh
mengubah sifat-sifat abstrak yang ada dalam permainan semula. Misalnya, dari
berbagai benda segitiga, segitiga dari kawat, segitiga dari karet pada papan
berpaku, dengan berbagai ukuran dan berbagai bentuk segitiga (sembarang,
tumpul, lancip, sama sisi, sama kaki, siku-siku), siswa mampu membuat atraksi
tentang konsep segitiga. Bahwa untuk sembarang segitiga, segitiga itu sisinya lurus
dan ada tiga buah, demikian pula sudutnya juga ada tiga buah. Dari pengalaman
konsep segitiga ini, siswa bisa membedakan yang mana segitiga dan bukan
segitiga.
Tahap
4. Representasi
Representasi
adalah tahap pengambilan sifat dari beberapa situasi yang sejenis. Para siswa
menentukan representasi dari konsep-konsep tertentu setelah mereka berhasil
menyimpulkan kesamaan sifat yang terdapat dalam situasi-situasi yang
dihadapinya itu. Representasi yang diperoleh ini bersifat abstrak, Dengan
demikian telah mengarah pada pengertian struktur matematika yang sifatnya
abstrak yang terdapat dalam konsep yang sedang dipelajari. Contoh kegiatan anak
untuk menemukan banyaknya diagonal poligon (misal segi dua puluh tiga) dengan
pendekatan induktif seperti berikut ini Contoh
kegiatan anak untuk menemukan banyaknya diagonal poligon (misal segi dua puluh
tiga) dengan pendekatan induktif.
Gambar 1.
Gambar diagonal suatu poligon
Tahap 5.
Simbolisasi
Pada tahap ini siswa perlu merumuskan
dengan kata-kata yang sesuai dan simbol-simbol matemais untuk mendeskripsikan
representasi konsepnya. Contoh simbol untuk segitiga adalah Δ.
Tahap
6. Formalisasi
Setelah para siswa mempelajari suatu
konsep dan struktur matematis yang berkaitan, mereka harus mengurutkan
sifat-sifat konsep itu dan memikirkan akibatnya. Pada
tahap ini para siswa menyelidiki akibat-akibat suatu konsep dan menggunakan
konsep untuk menyelesaikan soal-soal matematika murni dan terapan.
Pada tahap formalisasi anak tidak hanya mampu merumuskan teorema serta
membuktikannya secara deduktif, tetapi mereka sudah mempunyai pengetahuan
tentang sistem yang berlaku dari pemahaman konsep-konsep yang terlibat satu
sama lainnya. Misalnya bilangan bulat dengan operasi penjumlahan peserta
sifat-sifat tertutup, komutatif, asosiatif, adanya elemen identitas, dan
mempunyai elemen invers, membentuk sebuah sistem matematika.
Berhubungan dengan tahap belajar, suatu anak didik
dihadapkan pada permainan yang terkontrol dengan berbagai sajian. Kegiatan ini
menggunakan kesempatan untuk membantu anak didik menemukan cara-cara dan juga
untuk mendiskusikan temuan-temuannya. Langkah selanjutnya, menurut Dienes,
adalah memotivasi anak didik untuk mengabstraksikan pelajaran tanda material
kongkret dengan gambar yang sederhana, grafik, peta dan akhirnya memadukan
simbolo-simbol dengan konsep tersebut. Langkah-langkah ini merupakan suatu cara
untuk memberi kesempatan kepada anak didik ikut berpartisipasi dalam proses
penemuan dan formalisasi melalui percobaan matematika. Proses pembelajaran ini
juga lebih melibatkan anak didik pada kegiatan belajar secara aktif daripada
hanya sekedar menghapal.
Dienes yakin bahwa permainan merupakan
alat yang bermanfaat untuk mempelajari konsep-konsep matematis melalui enam
tahap perkembangan konsep. Ia menyebut permainan yang dimainkan pada tahap
permainan yang tak diarahkan, di mana para siswa melakukan sesuatu untuk
kesenangan mereka sendiri, permainan pendahuluan. Permainan pendahuluan
selalu informal dan tak terstruktur dan bisa dibuat oleh para siswa dan
dimainkan secara individual atau kelompok. Pada tahap pertengahan belajar
konsep, di mana para siswa mengelompokkan unsur-unsur suatu konsep, permainan
terstruktur bisa menolong. Permainan terstruktur dirancang untuk tujuan belajar
tertentu dan bisa dikembangkan oleh guru atau dibeli dari perseroan yang
memproduksi bahan-bahan kurikulum matematika. Pada tahap akhir perkembangan
konsep, ketika para siswa sedang memantapkan dan menggunakan suatu konsep, permainan
praktik bisa menolong. Permainan praktik dapat digunakan sebagai latihan
praktik dan dril, untuk meninjau konsep, atau sebagai cara untuk mengembangkan
penerapan konsep.
DAFTAR PUSTAKA
Karso,
dkk. Pendidikan Matematika I. 2009. Jakarta: Universitas Terbuka
Matematika_UNIT_2_0.pdf
Artikel Terkait:
Karakterisitik belajar matematika untuk anak SD memang berbeda dengan anak yang usianya lebih dewasa SMA, perlu metode pembelajaran yang lebih komunikatif. Artikel yang menarik, terimakasih udah di sare..salam