Hujan,
aku senang dengan kehadiranmu malam ini. Sudah lama aku tidak menulis
tentangmu. Sekarang bulan Oktober, ah, begitu cepat waktu berlalu. Engkau masih
ingat Oktober tahun lalu? Saat engkau turun bergitu lebatnya di kosku, kemudian
kuabadikan dirimu dalam rangkaian aksara. Aku selau suka pada tiap rintikmu
yang turun dengan anggun. Hingga kunamai diriku, pecinta hujan. Rasanya Oktober
itu baru kemarin, sebelum aku disibukkan dengan tugas akhirku yang benar-benar
menyita waktu, hingga aku tidak sempat lagi bercerita tentangmu, bahkan tak
kuhiraukan rintikmu yang menerpa lembut tubuhku.
Namun
hingga kini aku tetap menyukai, “Hujan”
Oktober
tahun lalu dan sekarang, ah betapa berbeda. Setahun telah kulalui. Telah kudapatkan
gelar itu dengan perjuangan pantang mundur, hujan, setelah empat tahun yang lalu
dengan pergolakan pemikiran yang sengit aku “pindah”, menempuh pendidikan
akademik di jurusan ini. Rasanya tak ada masalah berarti di dunia perkuliahanku,
hanya saja sampai menjelang tahun akhir aku masih belum percaya akan statusku
sebagai seorang calon guru. Mungkin kedengarannya lucu, duh hujan jangan
tertawakan aku. Tidakkah engkau lihat bagaimana aku sekarang, hujan? Selain Allah,
mungkin hanya ibu yang paling mengerti keadaanku. Kukatakan pada beliau, bahwa
aku benar-benar keluar dari zona nyaman. Sebuah tantangan yang “Seru” dan
membuatku berkata pada Ibu, “Jadi guru itu susah dan cape, Bu”
Tetapi
aku tak akan menyerah begitu saja. Tantangan akan membuat kita hebat, bukankah
begitu? Rintangan membuat kita kuat, dan kesalahan membuat kita bisa belajar
mana yang benar dan apa yang terbaik. Kata Ibu, “Engkau harus bisa menghadapi
kesulitan dan tantangan. Harus tegar,
harus kuat. Hidup ini tidak mudah, tak ada yang mudah, mau jadi apa pun pasti
ada tantangannya. Masa sarjana ngeluh?”
Agghhh…ibu
melecut semangatku. Aku tak boleh cemen begini.
Aku hanya
ingin melakukan yang terbaik yang kubisa. Akulah yang sebenarnya banyak belajar
dari mereka, para siswaku. Belajar bersabar, belajar memahami berbagai karakter
anak manusia, belajar memimpin, belajar menemukan strategi-strategi yang cocok
untuk mereka, belajar tegas, dan belajar banyak lagi. Kusebut ini sebagai
sebuah “laboratorium kehidupan”
Sungguh
bertolak belakang dengan jurusan dulu ya hujan, dimana aku bisa berdiam berlama-lama
di labor, melakukan eksperimen ini itu tanpa harus banyak bicara, tentu ini
akan membuatku yang “Pendiam” ini akan semakin diam.
Namun
kini aku keluar dari zona nyaman itu. Menyenangkan. Aku harus olah vokal setiap
hari. Ya Allah, bukannya aku tidak mensyukuri anugerahMu yang memberiku suara
teramat lembut ini, namun kumohon padaMu berilah aku suara yang lantang dan
keras agar siswa-siswaku bisa mendengar
dan mengerti dengan baik apa yang kuajarkan.
Hujan,
dari dulu aku memang mengkhawatirkan kendala yang satu ini. Bahkan dari awal
aku memutuskan untuk memilih ini. “Bagaimana nanti ya, suaraku kan kecil” Namun
kekhawatiran itu selalu dapat kutepis, dan kubisikkan dalam hati, aku bisa menghadapinya.
Inilah
yang membuatku sedikit lelah, sebagian besar energiku habis oleh suara yang
harus kukeluarkan dengan lantang. Pernah aku latihan vocal di rumah, nyanyi
keras-keras dengan lirik dan irama tak menentu, terus bicara keras-keras,
bicara apaaa saja. Hasilnya? Adikku Ninda malah heboh karena aku dituding
sebagai biang keributan di rumah ini. Hahah
Tapi aku
harus optimis, kata bu Yuli yang cantik, nanti lama-lama suaraku akan besar
sendiri, seiring berjalannya waktu. Ok dech.
Hujan,
apalagi yang kuceritakan? Setidaknya kesibukan ini membuatku sedikit lupa
pada…hmmm…ah aku malu menceritakannya hujan. Kemarin-kemarin semuanya seperti
akan benar-benar terwujud. Sama-sama yakin, sama-sama mantap. Tetapi semua
berantakan, oleh ulahku, oleh salahku. Entahlah, apakah salahku begitu besar
sehingga tidak ada maaf untukku dan tidak ada lagi kabar berita?
Aku tak
tahu, hujan, yang jelas aku malu jika mengingat-ingat hal itu. Jangan terlalu cepat mengatakan cinta jika
tak bisa memahami aku dengan segala keadaanku, hujan, sudah, stop, aku
tidak ingin membicarakan cinta lagi. Biarkan pergi yang ingin pergi, biarkan
menjauh yang ingin menjauh, biarkan hilang…
Aku fokus
memperbaiki diri. Kan ceritanya aku ingin mendapatkan pendamping yang saleh,
gimana bisa ketemu yang saleh jika akunya sendiri belum salihah. Aku akan
membenahi banyak hal dalam diriku. Kata
Allah lelaki baik-baik adalah untuk wanita baik-baik. Aku ingin seperti
itu, hujan, menjadi perempuan salihah yang menyejukkan mata dan hati. Aku sering
iri pada mereka yang hafal alquran, hafal hadist, bisa bahasa arab, banyak tahu
tentang agama. Sementara aku? Masih jauh dari kriteria salihah. Ya Allah ampunilah
semua dosaku, salahku, khilafku dan tuntun aku di jalanMu yang lurus…
Damaikanlah
hatiku dengan ketentuanMu…Engkau yang Maha Segalanya, Tiada dayaku tanpa kuasa
dan pertolonganMu. Aku hamba yang lemah, penuh noda, penuh kekurangan, tanpaMu
aku tak berarti…
Hujan,
kusudahi cerita untuk malam ini. Semoga hari esok lebih baik.
Artikel Terkait:
0 komentar: